Serba-serbi - Keberanian Cina memang tak tertandingi. Kegigihan mereka, apalagi. Silakan simak fakta berikut. Saat ini populasi penduduk Cina sekitar 1,2 miliar jiwa. Tahun 2009, Cina memproduksi 530 juta ton padi-padian dan berencana meningkatkan produksinya hingga 550 juta ton pada 2020 untuk menjamin ketersediaan pangan bagi penduduknya. Tapi, apa daya, perubahan cuaca ekstrim telah menurunkan produksi pertanian Cina, juga pertanian berbagai negara di dunia.
Tang Huajun, dekan fakultas pertanian Akademi Cina, dalam suatu wawancara dengan harian China Daily memperingatkan pemerintah bahwa produksi pertanian akan turun antara lima hingga 10 persen jika perubahan iklim terus terjadi. Kondisi ini bisa berdampak hingga 20 tahun mendatang sekaligus bisa mengancam keamanan pangan negeri tirai bambu tersebut. Tak hanya sampai di situ. Kalangan LSM lingkungan, Greenpeace, sebagaimana diberitakan greenradio.fm, Senin, 08 November 2010 16:46 WIB, Pemanasan Global Ancam Pertanian Cina, menyatakan, suplai pangan di Cina tidak akan mencukupi pada 2030 dan secara keseluruhan produksi pangan akan turun 23 persen pada 2050. Setelah memahami rentetan fakta di atas, saya tercengang membaca berita harian Kompas, Senin, 21 Maret 2011, China Menekan Jumlah Petani: Pemerintah China menyadari bahwa lahan pertanian tidak bertambah luas. Sementara populasi penduduk terus bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk yang menjadi petani dan bekerja di ladang menyulitkan peningkatan pendapatan mereka mengingat lahan yang bakal dikelola petani makin sempit. Karena alasan itu, Pemerintah China gencar mengembangkan industri.
Para petani yang bekerja di ladang perlahan-lahan ditarik dari ladang dan bekerja di pabrik-pabrik. Para petani juga bekerja di industri pengolahan. Tak tanggung-tanggung pengurangan jumlah petani yang dilakukan. Presiden Guangdong Agribusiness (GDA) Group Corporation Lei Yong Jian di Guangzhou, China, pekan lalu, dalam jamuan makan siang bersama Direktur Utama PT Industri Gula Nusantara (IGN) Kamadjaya serta Komisaris IGN Katherine Hendrik dan Andreas B Utomo mengatakan, ""Jika 30 tahun lalu tenaga kerja di pertanian 600 juta, sekarang tinggal 300 juta." Sebuah langkah yang sangat berani, memangkas jumlah petani hingga 50 persen. Bagaimana Cina menjaga ketahanan pangannya? Langkah apa yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan sekitar 1,2 miliar jiwa penduduknya? Jawabnya, pengembangan teknologi pertanian. Cara bertani konvensional mulai ditinggalkan.
Cina tahun ini mengeluarkan padi transgenic. Padi ini diluncurkan untuk meningkatkan produksi hingga dua kali lipat dan memberi tambahan pendapatan bagi petani. Peluncuran padi transgenik itu dilakukan setelah enam tahun melakukan riset. Selain itu, sebuah lembaga riset di Shanghai telah menemukan padi hibrida pertama di dunia yang bisa ditanam di lahan kering. Padi lahan kering ini hanya membutuhkan air 50 persen lebih rendah dibandingkan dengan padi sawah. Padi hibrida ini bisa menghasilkan 7,571 ton padi per hektar. Produktivitas ini cukup tinggi ketimbang produktivitas tanaman padi biasa yang sekitar empat ton per hektar. Keberanian serta kegigihan yang mengagumkan. Jumlah penduduk yang melimpah tidak mereka lihat sebagai beban pemerintah. Juga, tidak dijadikan alasan ketidakmampuan pemerintah mensejahterakan rakyat. Mereka berpikir serta berusaha dengan sungguh-sungguh. Mereka kembangkan teknologi pertanian yang konsekuensinya adalah menciutkan jumlah petani yang dibutuhkan tapi tidak menimbulkan pengangguran. Kenapa? Karena, 50 persen petani sudah lebih dulu mereka tarik untuk bekerja di pabrik-pabrik. Di Indonesia, sebagaimana diberitakan Kontan Online, Jumat, 25 Februari 2011 | 07:07 WIB, Lima tahun lagi Indonesia harus surplus beras 10 juta ton: Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan, kementerian terkait sudah membahas strategi agar Indonesia surplus beras minimal 10 juta ton. Kunci untuk mencapai target tersebut adalah dengan menggenjot produktivitas pangan dalam negeri. Langkah konkretnya, antara lain, dengan perluasan lahan pertanian baru, peningkatan bibit baru, pencetakan sawah, serta pengirigasian. Dia optimistis bila semakin banyak lahan pertanian yang digarap dengan proses irigasi yang baik, maka semakin banyak pula hasilnya. "Berarti ada sawah yang bisa dua atau tiga kali panennya," kata Hatta.
Sungguh, strategi yang dinyatakan itu sama-sekali tak menyentuh aspek teknologi pertanian, tak tercermin adanya penelitian yang menghasilkan sebuah temuan serta terobosan baru dalam teknologi pertanian. Saya pikir, dengan pola bertani konvensional, tidak bisa diharapkan lompatan hasil yang memadai untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Bertumpu pada perluasan lahan pertanian, agaknya kurang logis. Ini mengingat betapa rakusnya pabrik dan bisnis properti melahap lahan-lahan produktif lalu menggantinya dengan tembok serta tiang-tiang beton. Memang, tahun ini surplus beras diperkirakan 4 juta ton. Tapi, untuk mencapai target pemerintah dengan surplus beras 10 juta ton dalam lima tahun mendatang jelas bukan perkara mudah. Apalagi perubahan cuaca ekstrim yang belum tertangani, hingga dengan serta-merta memerosotkan produksi pertanian. Bahwa lonjakan penduduk negeri ini tak sebesar pertumbuhan penduduk di Cina, itu bukan berarti kita tak pantas mengembangkan teknologi pertanian. Sebagai bangsa agraris, mengembangkan teknologi pertanian barangkali sudah menjadi suatu keharusan. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada tahun 2010 kebutuhan beras untuk masyarakat Indonesia mencapai 33,5 juta ton.
Dengan pertumbuhan penduduk tahun ini diperkirakan mencapai 237 juta jiwa, kebutuhan beras meningkat menjadi 33,9 juta ton. Kemudian, tahun 2012, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan 240 juta jiwa dengan kebutuhan akan beras mencapai 34,4 juta ton. Sementara proyeksi produksi beras 37,4 juta ton atau surplus tetap 4 juta ton. Pertumbuhan penduduk dengan produksi beras seakan terus berpacu dari tahun ke tahun. Apalagi mengingat beras tetaplah menjadi pangan utama masyarakat kita. Dengan daya serap industri yang masih terbatas, yang mengakibatkan daya beli rakyat juga terbatas, tentu sangat beresiko jika surplus beras yang diharapkan tak sesuai dengan kenyataan. Bila hal ini tak tertangani dengan baik, dapat dipastikan akan menimbulkan gejolak sosial.
Oh, ya, hal lain yang dilakukan Cina untuk meningkatkan ketahanan pangan mereka adalah dengan terus mengembangkan produksi sektor pangan lainnya, sebagaimana yang mereka tampilkan dalam pameran China-Asean Expo 2004 yang baru lalu: China menunjukkan kehebatan mereka dalam memproduksi sayur, buah, ikan, dan produk ternak. Produk-produk buah dan sayuran dengan kualitas prima ditampilkan dalam pameran tersebut. Produksi hortikultura Cina terus meningkat. Luas lahan untuk sayuran dari 10,5 juta hektar pada 1996 menjadi 18 juta hektar pada 2003. Luas lahan produksi buah-buahan naik dari 8,1 juta hektar menjadi 9,4 juta hektar.
Sebagaimana kita saksikan, buah-buahan dari Cina menyebar, mulai dari supermarket dan toko buah kelas atas, sampai ke tukang buah pinggir jalan di ujung-ujung gang negeri ini. Semua itu adalah buah dari kesungguhan serta kegigihan mereka membangun dan mengembangkan dunia pertanian. Saya pikir, ada sejumlah hal yang bisa dipelajari dari mereka untuk diterapkan di negeri khatulistiwa yang kaya-raya ini.
Comments
Post a Comment